HARMONI PADA PERKAWINAN





oleh: Bhikkhu Sri Paññavaro

Perkawinan dekat pendapat religi Buddha tak dianggap sbg benda yg suci atau objek yg tak suci. tiap-tiap cowok dan perempuan memiliki kemerdekaan guna pilih trik hidupnya masing-masing: menikah atau konsisten membujang. dgn begitu memberi tahu bahwa perkawinan bukan semata-mata tanggung jawab beragama yg mesti dipatuhi.

jika suami-istri membikin yayasan perkawinan itu dgn bagus tunduk Dhamma, sehingga perkawinan dapat jadi mangala barokah� kebahagiaan— pada kehidupan. terlebih tingkat-tingkat kegadisan sedang tak bawah tanah guna mereka yg sudah pilih resep pandangan hidup berkeluarga. Namun sekalipun, apabila perkawinan dilakukan tidak dengan basic yg kokoh, sehingga yayasan perkawinan bakal jadi usaha mempersingkat ke neraka.

Dhamma juga sebagai cara —Niyyanika Dhamma atau Patipatti Dhamma— menyerahkan arahan terhadap seumumnya dekat kiat pandangan hidup yg berlainan: pandangan hidup kebhikkhuan dan berumah injak-injak. lagi pula, walau metode pandangan hidup mereka tidak sama, Dhamma mengambil kedua-duanya kepada mengikuti maksud perjalanan yg identik, merupakan kebahagiaan paling tinggi atau keleluasaan mulai sejak penderitaan.

kepalang Jawab Bersama

pass tidak sedikit khotbah Sang Buddha yg memperlihatkan dgn teramat terinci berkaitan praktek kehidupan berlaku dekat menyebabkan dan isikan yayasan perkawinan itu. Sigalovada Sutta yg� memperlihatkan tanggung jawab pandangan hidup bermasyarakat, termasuk juga darma suami-istri dan orangtua-anak— mesti jadi pegangan dekat pandangan hidup bermasyarakat. begitu kembali pada Samajivi Sutta, Sang Buddha tunggal mengutamakan dasar-dasar perkawinan harmoni:

"Para bhikkhu, jikalau laki dan cewek berharap sanggup tukar berjumpa pada kehidupan kini ini dan dekat kehidupan yg bakal melandai, keduanya hendak jadi insan yg mempunyai keimanan (saddha) yg sepantasnya, mempunyai tata-susila (sila) yg setimbal, mempunyai kemurahan-hati (caga) yg sewajarnya, dan mempunyai daya usaha (panna) yg sepantasnya. laki dan perempuan yg begitu itu tentu nya bisa tukar berjumpa dekat kehidupan saat ini ini dan pada kehidupan yg bakal datang".

Kehidupan harmoni tak sanggup dituntut cuma awal sepihak. bagus laki ataupun putri dan semula anak-anak mereka, memiliki pikulan adat dekat mengadakan suku harmoni.


bicara mengenai perkawinan sejamaknya bukan cuma semata-mata menyinari permasalahan cinta, sex dan kebahagiaan dobel, tak berlutut pentingnya ialah jalinan timbal tukas antara pasangan suami-istri yang merupakan ortu pada anak-anak mereka. Anak ialah bidang permulaan kelompok. Mereka yaitu tumpuan angan-angan orang tua, pengantar kebahagiaan, lagi pula tengah lagi pula, dapat jadi salah tunggal sumur ganjalan pada hunian tangga.

hal kepatuhan Dan bersahabat Ekonomi

sama seperti judul artikel ini —Harmoni Perkawinan— dapat aku noktah beratkan terhadap bahasan menyangkut pendirian mental yg mendasari keharmonian itu. dekat Sigalovada Sutta, Sang Buddha menuturkan berkaitan pertalian darma suami-istri juga sebagai berikut:

hai perumah injak-injak belia, dekat lima faktor satu orang laki mesti sah buat istrinya:

1. meninggikan dan mempererat hubungan

2. menghargai

3. setia

4. mewariskan tanggung jawab kepadanya

5. menyerahkan baju dan perhiasan

dekat lima elemen lagi seseorang putri memperlakukan suaminya bersama iba sayang:

1. memelihara hunian eskalator bersama apik dan bertanggung jawab

2. ramah buat mertua dan sahabat-sahabat suaminya

3. setia

4. menaungi gaji laki tak( boros)

5. getol dan lihai jalankan tugas-tugasnya".

fardu yg diuraikan dekat Sigalovada Sutta tersimpul memandangpatut pasangan suami-istri terhadap halal asli dekat factor adab dan keperluan bersahabat ekonomi. Di atas ke-2 basic ini badan perkawinan dapat kokoh berdiri menayangkan keharmonian dan kesejahteraan. tak ada bernegosiasi terhadap keduanya, karena apabila diabaikan sehingga keduanya bakal jadi sumbu penyulut pertengkaran dan kehancuran keluarga.